Sabtu, 10 Maret 2012

MEMAHAMI TEORI_TEORI BELAJAR

MAKALAH MEMAHAMI TEORI-TEORI BELAJAR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pembimbing : Juliannie Kamelia Riza, S.Psi Disusun oleh Kelompok V : 1. Fatkhul Qorib 2. Hayatul Umam 3. Mochammad Taufiq 4. Hadi Santoso 5. Misbachul Munir 6. Ahmad Kholil SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL URWATUL WUTSQO JOMBANG 2011/2012 KATA PENGANTAR Pertama-tama kami mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah karena rahmat, hidayah, taufik dan inayah-Nya, sehingga tugas kami ini dapat dapat terealisasi dengan baik. Sholawat dan Salam senantiasa dipanjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah bagi hidup dan kehidupan kita di muka bumi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “MEMAHAMI TEORI-TEORI BELAJAR”. Kami mengaku bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang kami susun guna untuk memenuhi tugas mahasiswa dalam mata kuliah Psikologi Pendidikan. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu apabila ada kesalahan atau kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini, kami mohon kritik dan saran yang membangun, agar suatu saat nanti dapat menyusun makalah yang lebih baik. Akhirnya,makalah yang berjudul “MEMAHAMI TEORI-TEORI BELAJAR” ini semoga menjadi makalah yang bermanfaat bagi semua pihak. Jombang, 12 februari 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul…………………………………………………………………… i Kata Pengantar…………………………………………………………………... ii Daftar Isi………………………………………………………………………… iii Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….... 1 B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 2 C. Tujuan Pembahasan………………………………………………………... 2 Bab II Pembahasan A. Teori Belajar Behavioristik...………………………………………............. 3 B. Teori Belajar Classacal Conditioning…………………………………….... 5 C. Teori Belajar Operant Conditioning……………………………………….. 7 D. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Behavioristik…………………………... 8 Bab III KESIMPULAN………………………………………………………...... 10 DAFTAR PUSTAKA…………………………..………………………………… 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi pendidikan adalah sub disiplin psikologi, bukan psikologi itu sendiri, tidak memiliki teori, konsep dan metode sendiri menurut sebagian ahli. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya hasil riset psikologi-psikologi lain yang diangkat menjadi teori, konsep, dan metode psikologi pendidikan. Salah seorang ahli yang menganggap psikologi pendidikan sebagai sub disiplin psikologi terapan (applicable) adalah Arthur S. Reber (1988) seorang guru besar psikologi pada Brooklyn College, University of New York City, University of British Columbia Canada, dan juga pada University of Innsbruck Austria. Teori Belajar Behavioristik menurut J.B Watson bahwa sebagai science psikologi harus bersifat positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat di obserfasi. Tingkah laku adalah reaksi organisme sebagai keseluruhan terhadap perangsang dari luar. Reaksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu, jadi dapat diamati secara objektif. B. Rumusan Masalah Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari teori Behavioristik, Classical Conditioning dan Operant Conditioning? 2. Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar Behavioristik untuk materi pembelajaran di sekolah? C. Tujuan Pembahasan Dari rumusan masalah diatas, penulis makalah bertujuan: 1. Untuk memahami teori belajar Behavioristik, Classical Conditioning dan Operant Conditioning. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar Behavioristik untuk materi pembelajaran di sekolah. BAB II PEMBAHASAN A. Teori Belajar Behavioristik Teori belajar Behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Menurut dasar pendapat J.B Watson antara lain: 1. Masalah objek psikologi Watson berpendapat, bahwa sebagai science psikologi harus bersifat positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang tak dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku positif, yaitu tingkah laku yang dapat di obserfasi. Reaksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu, jadi dapat diamati secara objektif. 2. Masalah Metode Watson menolak sama sekali metode introspektif, karena metode tersebut dianggap tidak ilmiah.Sedangkan para ahli saja sudah terbukti memberikan hasil yang berbeda-beda kalau menggunakan metode introspektif ini apalagi kalau yang mempergunakanya itu bukan ahli. 3. Bagian-bagian teori Watson yang terpenting Teori sarbon (stimulus and response bond) tingkah laku ini yang kompleks dapat di analisis menjadi rangkaian “unit” perangsang dan reaksi stimulus response yang di sebut refleks. Perangsang atau stimulus itu adalah situasi objek yang wujudnya dapat bermacam-macam, seperti sinar, bola kasti yang dilemparkan. Response adalah reaksi objektif dari individu terhadap situasi sebagai perangsang, yang wujudnya juga brmacam-macam sekali, seperti memukul bola.Titik berat kuat watson sebenarnya tidak terletak pada analisis tingkah laku menjadi response. Pengamatan dan kesan (sensation perception) karena tidak dapat menerima pendapat bahwa kesadaran itu ada pada hewan, maka Watson berpendapat bahwa kita tidak berhak berbicara tentang hewan melihat, mendengar, dan sebagainya. Tetapi kita harus berbicara tentang hewan-hewan melakukan response motoris yang dapat di tunjukan perangsang-perangsang pendengaran dan penglihatan. 4. Perasaan, tingkah laku efektif. Wadson berpendapat, bahwa hal senang dan tidak senang itu adalah hal sensu motoris. Dia ingin mengetahui apakah ada reaksi emosional sejak lahir.Untuk keperluan ini dia melakukan penyelidikan terhadap berpuluh-puluh bayi yang dirawat di rumah sakit dan mendapatkan tiga macam pola tingkah perilaku emosional (dalam arti yang dapat di amati), yaitu reaksi-reaksi emosional seperti: takut , marah, dan cinta. 5. Teori tentang berfikir Watson memulai dengan postulatnya yang biasa, yaitu bahwa berfikir itu haruslah tingkah laku sensu motoris, dan bagi dia berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir. 6. Pengaruh lingkungan(pendidikan, belajar, lingkungan). Bahwa reaksi-reaksi yang dibawah lahir itu sedikit sekali. Kebiasaa-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karna latihan dan belajar. Aliran behaviorisme yang dikemukakan oleh waston diatas sering disebut sebagai behaviorisme orthodox, namun demikian pengaruh pendapat Waston masih terlalu besar,terutama di Amerika Serikat sendiri yaitu dalam bentuk aliran yang sudah direvisi yaitu aliran Neobehavirisme, pendukung ini antara lain: • Edward Chace Tolman • Clark L Hull • Edward R. Guthrie. B. Classical Conditioning Classic Conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985). Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Berdasarkan eksperiment diatas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, pada prinsipnya hasil eksperiment Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperiment pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS) , stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki dalam hal ini CR. Selanjutnya, Skinner berpendapat bahwa proses belajar yang berlangsung dalam eksperiment pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni: law of respondent conditioning dan law of respondent extinction. Secara harfiah, law of respondent conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut. Menurut Hintzman(1978), yang dimaksud dengan of respondent conditioning ialah jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan UCS, sedangkan refleks ketiga adalah hubungan antara CS dan CR. Sebaliknya, law of respondent extinction ialah jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan rain forcer, maka kekuatannya akan menurun. C. Operant Conditioning Teori pembiasaan perilaku respont (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi masa kini. Jika disederhanakan, prosedur pembetukan tingkah laku dalam operant conditioning itu adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan identifikasi mengenai hal apa yang merupakan rain forcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu. 2. Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. 3. Dengan mempergunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi rain forcer untuk masing-masing komponen. 4. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen yang tersusun. Kalau komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Teori ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner. Dia memandang bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinner mengadakan eksperimen dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, penampung makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik (dikenal dengan nama Skinner box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan percobaannya. Dalam eksperimen tersebut mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emited behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengukit. Tekanan pengukit ini mengakibatkan munculnya butir-butir kedalam wadahnya. Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar sejumlah mahasiswa mempunyai kebiasaan membaca jurnal professional yang terdapat pada perpustakaan fakultas pada waktu sore hari. Maka para mahasiswa tersebut harus : a) sore hari datang ke fakultas . b) masuk ruang perpustakan. c) pergi ketempat penyimpanan buku dan jurnal. d) berhenti di tempat penyimpanan jurnal. e) memilih jurnal professional yang di maksud. f) membawa jurnal itu ke ruang baca. g) membaca jurnal tersebut. Kalau dapat di identifikasi (tidak harus berupa barang ) bagi masing-masing komponen tingkah laku tersebut, yaitu kompenen yang telah terurai diatas, maka akan dapat dilakukan pembentukan pembiasaan tersebut. D. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Behavioristik Dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan kinerja mesin atau robot.Jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik yang terlanjur di yakini sebagian besar ahli pendidikakan kita itu, sesungguhnya mengandung banyak kelebihan dan kelemahan. Teori-teori belajar hasil eksperiment Watson, Skinner, dan Pavlov diatas secara prinsiple bersifat behaviriostik dalam arti dalam menekan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.Teori-teori itu juga bersifat otomatis-mekanis. Diantara kelebihan dan kelemahan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut : Kelebihan  Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Contoh : Percakapan bahasa asing, mengetik, menari, berenang, olahraga. Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.  Dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Kekurangan  Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur  Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuma sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan  Siswa ( tori skinner ) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa. BAB III KESIMPULAN Teori belajar Behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Teori Operant Conditioning ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner. Dia memandang bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinner mengadakan eksperimen dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, penampung makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik (dikenal dengan nama Skinner box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan percobaannya. Dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan kinerja mesin atau robot. Jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik yang terlanjur di yakini sebagian besar ahli pendidikakan kita itu, sesungguhnya mengandung banyak kelebihan dan kelemahan.Teori-teori belajar hasil eksperiment Watson, Skinner, dan Pavlov diatas secara prinsiple bersifat behaviriostik dalam arti dalam menengkan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.Teori-teori itu juga bersifat otomatis-mekanis. DAFTAR PUSTAKA  Suryabrata,Sumadi.1993.Psikologi Pendidikan cetakan ke-6:PT rajaGrafindo Persada.  Syah,muhubbin.2001.psikologi Pendidikan cetakan ke-6:PT RajaGrafindo Persada.  Rifai, Achmad dan Tri Anni, Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press  Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally MAKALAH MEMAHAMI TEORI-TEORI BELAJAR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pembimbing : Juliannie Kamelia Riza, S.Psi Disusun oleh Kelompok V : 1. Fatkhul Qorib 2. Hayatul Umam 3. Mochammad Taufiq 4. Hadi Santoso 5. Misbachul Munir 6. Ahmad Kholil SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL URWATUL WUTSQO JOMBANG 2011/2012 KATA PENGANTAR Pertama-tama kami mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah karena rahmat, hidayah, taufik dan inayah-Nya, sehingga tugas kami ini dapat dapat terealisasi dengan baik. Sholawat dan Salam senantiasa dipanjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah bagi hidup dan kehidupan kita di muka bumi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “MEMAHAMI TEORI-TEORI BELAJAR”. Kami mengaku bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang kami susun guna untuk memenuhi tugas mahasiswa dalam mata kuliah Psikologi Pendidikan. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu apabila ada kesalahan atau kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini, kami mohon kritik dan saran yang membangun, agar suatu saat nanti dapat menyusun makalah yang lebih baik. Akhirnya,makalah yang berjudul “MEMAHAMI TEORI-TEORI BELAJAR” ini semoga menjadi makalah yang bermanfaat bagi semua pihak. Jombang, 12 februari 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul…………………………………………………………………… i Kata Pengantar…………………………………………………………………... ii Daftar Isi………………………………………………………………………… iii Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….... 1 B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 2 C. Tujuan Pembahasan………………………………………………………... 2 Bab II Pembahasan A. Teori Belajar Behavioristik...………………………………………............. 3 B. Teori Belajar Classacal Conditioning…………………………………….... 5 C. Teori Belajar Operant Conditioning……………………………………….. 7 D. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Behavioristik…………………………... 8 Bab III KESIMPULAN………………………………………………………...... 10 DAFTAR PUSTAKA…………………………..………………………………… 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi pendidikan adalah sub disiplin psikologi, bukan psikologi itu sendiri, tidak memiliki teori, konsep dan metode sendiri menurut sebagian ahli. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya hasil riset psikologi-psikologi lain yang diangkat menjadi teori, konsep, dan metode psikologi pendidikan. Salah seorang ahli yang menganggap psikologi pendidikan sebagai sub disiplin psikologi terapan (applicable) adalah Arthur S. Reber (1988) seorang guru besar psikologi pada Brooklyn College, University of New York City, University of British Columbia Canada, dan juga pada University of Innsbruck Austria. Teori Belajar Behavioristik menurut J.B Watson bahwa sebagai science psikologi harus bersifat positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat di obserfasi. Tingkah laku adalah reaksi organisme sebagai keseluruhan terhadap perangsang dari luar. Reaksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu, jadi dapat diamati secara objektif. B. Rumusan Masalah Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari teori Behavioristik, Classical Conditioning dan Operant Conditioning? 2. Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar Behavioristik untuk materi pembelajaran di sekolah? C. Tujuan Pembahasan Dari rumusan masalah diatas, penulis makalah bertujuan: 1. Untuk memahami teori belajar Behavioristik, Classical Conditioning dan Operant Conditioning. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar Behavioristik untuk materi pembelajaran di sekolah. BAB II PEMBAHASAN A. Teori Belajar Behavioristik Teori belajar Behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Menurut dasar pendapat J.B Watson antara lain: 1. Masalah objek psikologi Watson berpendapat, bahwa sebagai science psikologi harus bersifat positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang tak dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku positif, yaitu tingkah laku yang dapat di obserfasi. Reaksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu, jadi dapat diamati secara objektif. 2. Masalah Metode Watson menolak sama sekali metode introspektif, karena metode tersebut dianggap tidak ilmiah.Sedangkan para ahli saja sudah terbukti memberikan hasil yang berbeda-beda kalau menggunakan metode introspektif ini apalagi kalau yang mempergunakanya itu bukan ahli. 3. Bagian-bagian teori Watson yang terpenting Teori sarbon (stimulus and response bond) tingkah laku ini yang kompleks dapat di analisis menjadi rangkaian “unit” perangsang dan reaksi stimulus response yang di sebut refleks. Perangsang atau stimulus itu adalah situasi objek yang wujudnya dapat bermacam-macam, seperti sinar, bola kasti yang dilemparkan. Response adalah reaksi objektif dari individu terhadap situasi sebagai perangsang, yang wujudnya juga brmacam-macam sekali, seperti memukul bola.Titik berat kuat watson sebenarnya tidak terletak pada analisis tingkah laku menjadi response. Pengamatan dan kesan (sensation perception) karena tidak dapat menerima pendapat bahwa kesadaran itu ada pada hewan, maka Watson berpendapat bahwa kita tidak berhak berbicara tentang hewan melihat, mendengar, dan sebagainya. Tetapi kita harus berbicara tentang hewan-hewan melakukan response motoris yang dapat di tunjukan perangsang-perangsang pendengaran dan penglihatan. 4. Perasaan, tingkah laku efektif. Wadson berpendapat, bahwa hal senang dan tidak senang itu adalah hal sensu motoris. Dia ingin mengetahui apakah ada reaksi emosional sejak lahir.Untuk keperluan ini dia melakukan penyelidikan terhadap berpuluh-puluh bayi yang dirawat di rumah sakit dan mendapatkan tiga macam pola tingkah perilaku emosional (dalam arti yang dapat di amati), yaitu reaksi-reaksi emosional seperti: takut , marah, dan cinta. 5. Teori tentang berfikir Watson memulai dengan postulatnya yang biasa, yaitu bahwa berfikir itu haruslah tingkah laku sensu motoris, dan bagi dia berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir. 6. Pengaruh lingkungan(pendidikan, belajar, lingkungan). Bahwa reaksi-reaksi yang dibawah lahir itu sedikit sekali. Kebiasaa-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karna latihan dan belajar. Aliran behaviorisme yang dikemukakan oleh waston diatas sering disebut sebagai behaviorisme orthodox, namun demikian pengaruh pendapat Waston masih terlalu besar,terutama di Amerika Serikat sendiri yaitu dalam bentuk aliran yang sudah direvisi yaitu aliran Neobehavirisme, pendukung ini antara lain: • Edward Chace Tolman • Clark L Hull • Edward R. Guthrie. B. Classical Conditioning Classic Conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985). Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Berdasarkan eksperiment diatas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, pada prinsipnya hasil eksperiment Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperiment pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS) , stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki dalam hal ini CR. Selanjutnya, Skinner berpendapat bahwa proses belajar yang berlangsung dalam eksperiment pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni: law of respondent conditioning dan law of respondent extinction. Secara harfiah, law of respondent conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut. Menurut Hintzman(1978), yang dimaksud dengan of respondent conditioning ialah jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan UCS, sedangkan refleks ketiga adalah hubungan antara CS dan CR. Sebaliknya, law of respondent extinction ialah jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan rain forcer, maka kekuatannya akan menurun. C. Operant Conditioning Teori pembiasaan perilaku respont (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi masa kini. Jika disederhanakan, prosedur pembetukan tingkah laku dalam operant conditioning itu adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan identifikasi mengenai hal apa yang merupakan rain forcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu. 2. Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. 3. Dengan mempergunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi rain forcer untuk masing-masing komponen. 4. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen yang tersusun. Kalau komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Teori ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner. Dia memandang bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinner mengadakan eksperimen dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, penampung makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik (dikenal dengan nama Skinner box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan percobaannya. Dalam eksperimen tersebut mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emited behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengukit. Tekanan pengukit ini mengakibatkan munculnya butir-butir kedalam wadahnya. Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar sejumlah mahasiswa mempunyai kebiasaan membaca jurnal professional yang terdapat pada perpustakaan fakultas pada waktu sore hari. Maka para mahasiswa tersebut harus : a) sore hari datang ke fakultas . b) masuk ruang perpustakan. c) pergi ketempat penyimpanan buku dan jurnal. d) berhenti di tempat penyimpanan jurnal. e) memilih jurnal professional yang di maksud. f) membawa jurnal itu ke ruang baca. g) membaca jurnal tersebut. Kalau dapat di identifikasi (tidak harus berupa barang ) bagi masing-masing komponen tingkah laku tersebut, yaitu kompenen yang telah terurai diatas, maka akan dapat dilakukan pembentukan pembiasaan tersebut. D. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Behavioristik Dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan kinerja mesin atau robot.Jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik yang terlanjur di yakini sebagian besar ahli pendidikakan kita itu, sesungguhnya mengandung banyak kelebihan dan kelemahan. Teori-teori belajar hasil eksperiment Watson, Skinner, dan Pavlov diatas secara prinsiple bersifat behaviriostik dalam arti dalam menekan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.Teori-teori itu juga bersifat otomatis-mekanis. Diantara kelebihan dan kelemahan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut : Kelebihan  Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Contoh : Percakapan bahasa asing, mengetik, menari, berenang, olahraga. Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.  Dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Kekurangan  Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur  Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuma sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan  Siswa ( tori skinner ) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa. BAB III KESIMPULAN Teori belajar Behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Teori Operant Conditioning ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner. Dia memandang bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinner mengadakan eksperimen dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, penampung makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik (dikenal dengan nama Skinner box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan percobaannya. Dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan kinerja mesin atau robot. Jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik yang terlanjur di yakini sebagian besar ahli pendidikakan kita itu, sesungguhnya mengandung banyak kelebihan dan kelemahan.Teori-teori belajar hasil eksperiment Watson, Skinner, dan Pavlov diatas secara prinsiple bersifat behaviriostik dalam arti dalam menengkan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.Teori-teori itu juga bersifat otomatis-mekanis. DAFTAR PUSTAKA  Suryabrata,Sumadi.1993.Psikologi Pendidikan cetakan ke-6:PT rajaGrafindo Persada.  Syah,muhubbin.2001.psikologi Pendidikan cetakan ke-6:PT RajaGrafindo Persada.  Rifai, Achmad dan Tri Anni, Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press  Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally

Tidak ada komentar:

Posting Komentar